
Mengatasi ketimpangan dalam kualitas pendidikan Indonesia
Para pelaku pendidikan Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional tahun ini pada hari Minggu. Mereka kembali memeriahkan peringatan tahunan yang memperingati hari lahir pendidik kenamaan negeri ini, Ki Hajar Dewantara, di tengah pandemi COVID-19.
Karena situasi pandemi, acara peringatan yang mengangkat tema “Maju bersamaan untuk menerapkan kebebasan untuk belajar” diadakan secara virtual untuk mencegah penyebaran penyakit virus corona baru.
Melalui akun Instagram resminya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan pesan semangat kepada seluruh pelajar di seluruh Indonesia, untuk berita menarik dan terbaru lainnya Anda dapat mengunjungi indeks berita hari ini.
Dunia telah dicengkeram pandemi COVID-19 selama lebih dari setahun tetapi semangat belajar anak-anak kita tidak boleh pudar. Semoga masa krisis ini segera berakhir, dan kita semua dapat mengadakan pertemuan tatap muka. lagi, tulis Jokowi di akun Instagramnya.
Memang, pandemi global COVID-19 yang telah menyeret Indonesia ke dalam krisis kesehatan dan ekonomi kembar sejak Maret tahun lalu telah memaksa sekolah dan universitas di seluruh negeri untuk melakukan transformasi digital dalam proses belajar dan mengajar mereka.
Dalam melindungi staf pengajar dan siswa agar tidak tertular atau menularkan penyakit virus corona, pemerintah Indonesia melanjutkan kebijakan belajar dari rumah selama pandemi COVID-19.
Akibatnya, guru sekolah dan staf pengajar universitas mengalihkan kegiatan pengajaran atau perkuliahan berbasis kelas mereka ke mode e-learning. Oleh karena itu, mahasiswa di seluruh tanah air, termasuk di Provinsi Papua dan Papua Barat, dituntut untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara online.
Terlepas dari transformasi digital dalam pendidikan yang dilakukan Indonesia di masa pandemi, Hari Pendidikan Nasional tahun ini dapat dimanfaatkan untuk menciptakan momentum mengatasi ketimpangan pendidikan berkualitas antara Jawa dan luar pulau.
Ketimpangan ini begitu kentara, dan menjadi pekerjaan rumah yang menantang bagi Nadiem Makarim yang telah mengambil sumpah jabatannya sebagai menteri pendidikan, kebudayaan, penelitian, dan teknologi dalam perombakan kecil pada 28 April 2021.
Jawa selalu dianggap sebagai pemasok utama pendidikan berkualitas baik di Indonesia berkat kehadiran begitu banyak sekolah dan universitas terkemuka sementara jumlah pusat unggulan di daerah di luar pulau masih cukup terbatas.
Untuk perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, misalnya, sistem informasi penelitian berbasis web milik pemerintah, Sinta (Indeks Sains dan Teknologi), telah mengkonfirmasi fakta kesenjangan kualitas antara perguruan tinggi di Jawa dan di luar pulau.
Menurut Sinta, 20 perguruan tinggi Indonesia yang berprestasi dalam publikasi penelitian selama tiga tahun terakhir didominasi oleh perguruan tinggi di Jawa sedangkan beberapa lainnya diwakili oleh pulau Sumatera, Bali, dan Sulawesi.
Ke-20 universitas yang berprestasi tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Pertanian Bogor ( IPB), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Malang (UNM), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Sebelas Maret (UNS ), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Udayana (Unud), dan Universitas Sriwijaya (Unsri).
Berdasarkan data di atas yang Sinta publish di https://sinta.ristekbrin.go.id/ pada Sabtu (2 Mei 2021), perguruan tinggi di daerah luar Jawa yang tercatat produktif dalam publikasi penelitian terindeks Scopus adalah hanya diwakili oleh Unhas, USU, USK, UNP, Unud, dan Unsri.
Universitas Hasanuddin Makassar mewakili Sulawesi sedangkan pulau Sumatera diwakili USU, USK, UNP, dan Unsri; dan Pulau Bali diwakili oleh Unud. Pulau Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku, dan Papua tidak memiliki perwakilan dari 20 perguruan tinggi berprestasi dalam publikasi penelitian.
Jika kesenjangan kualitas pendidikan tinggi hanya dibandingkan antara provinsi paling barat dan paling timur di Indonesia, juga jelas.
Sementara Aceh diwakili oleh Universitas Syiah Kuala (USK) di 20 universitas teratas Sinta, Universitas Cenderawasih Papua (Uncen) belum mampu menampilkan diri dalam daftar bergengsi tersebut.
Melihat skor yang masing-masing diraih Aceh, Papua, dan Papua Barat dalam Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2020, ketimpangan tersebut tampak lebih jelas.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, Aceh mendapat nilai 71,94, sedangkan Papua dan Papua Barat yang mendapat dana otonomi khusus sejak 2012 mencapai Rp126,99 triliun, masing-masing mendapat nilai 60,44 dan 65,09 dalam indeks pembangunan manusia.
Mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan Indonesia adalah tanggung jawab kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim meskipun tidak bisa bekerja sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Terkait upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Papua dan Papua Barat, Kementerian Keuangan RI, misalnya, pernah menyarankan kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana abadi (endowment fund) untuk membiayai pengembangan sumber daya manusia dan pendidikan orang asli Papua.
Dana tersebut dapat dialokasikan dari anggaran tahunan mereka, menurut direktur program beasiswa dana abadi pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan, Dwi Larso.
Selain itu, Papua dan Papua Barat harus memiliki pejabat pemerintah berbakat yang dapat berpikir dan bekerja di luar kotak serta menjaga koordinasi dan komunikasi yang efektif.
“Kita butuh ‘kegilaan’ untuk membangun Papua. Kita tidak bisa bekerja seperti biasa,” Sekda Provinsi Papua, Dance Yulian Flassy.
Dia menyoroti pentingnya koordinasi yang efektif dan solid antar pejabat pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah di provinsi.
Koordinasi yang solid dan komunikasi yang baik sangat penting karena tidak ada masalah di Papua yang tidak dapat diselesaikan jika mereka berkomunikasi dengan baik,” katanya.